watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

NIKMAT YANG TERLARANG

Ini adalah kisah pengalamanku yang sengaja aku
beberkan untuk pertama kalinya. Sebut saja
namaku Arman, aku sendiri tinggal di Bandung.
Kejadian yang aku alami ini kalau tidak salah ingat,
terjadi ketika aku akan lulus SMA pada tahun
1998. Sungguh sebelumnya aku tak menyangka
bahwa aku akan meniduri adikku sendiri yang
bernama Ratih. Dia termasuk anak yang rajin dan
ulet, sebab dia adalah yang memasak dan
mencuci pakaian sehari-hari. Ibuku adalah
seorang pedagang kelontong di pasar, sedangkan
ayahku telah lama meninggal. Entah mengapa Ibu
tidak berniat untuk menikah lagi. Yang ibu lakukan
setiap hari adalah sejak jam 4 subuh dia sudah
pergi ke pasar dan pulang menjelang magrib, aku
pun sekali-sekali pergi ke pasar untuk membantu
beliau, itu pun kalau terpaksa sedang tidak punya
uang. Sedangkan adikku karena seringnya tinggal
di rumah maka dia kurang pergaulan hingga
kuperhatikan tampaknya dia belum pernah
pacaran. Oh ya, selisih umurku dengan adikku
hanya terpaut dua setengah tahun dan saat itu dia
masih duduk di kelas 1 SMA. ***** Baiklah, aku
akan mulai menceritakan pengalaman seks
dengan adikku ini. Kejadiannya ketika itu aku baru
pulang dari rumah temanku Anto pada siang hari,
ketika sampai di rumah aku mendapati adikku
sedang asyik menonton serial telenovela di salah
satu TV swasta. aku pun langsung membuat
kopi, merokok sambil berbaring di sofa. Saat itu
serial tersebut sedang menampilkan salah satu
adegan ciuman yang hanya sebentar karena
langsung terpotong oleh iklan. Setelah melihat
adegan tersebut aku menoleh kepada adikku yang
ternyata tersipu malu karena ketahuan telah
melihat adegan tadi. "Pantesan betah nonton film
gituan" ujarku. "Ih, apaan sih" cetusnya sambil
tersipu malu-malu. Beberapa menit kemudian
serial tersebut selesai jam tayangnya, dan adikku
langsung pergi ke WC. Kudengar dari aktifitasnya,
rupanya dia sedang mencuci piring. Karena acara
di televisi tidak ada yang seru, maka aku pun
mematikan TV tersebut dan setelah itu aku ke WC
untuk buang air kecil. Mataku langsung tertuju
pada belahan pantat adikku yang sedang
berjongkok karena mencuci piring. "Ratih, ikut
dulu sebentar pingin pipis nih" sahutku tak kuat
menahan. Setelah aku selesai buang air kecil,
pikiranku selalu terbayang pada bongkahan pantat
adikku Ratih. Aku sendiri tadinya tak mau berbuat
macam-macam karena kupikir dia adalah adikku
sendiri, apalgi adikku ini orangnya lugu dan
pendiam. Tetapi dasar setan telah menggoyahkan
pikiranku, maka aku berpikir bagaimana caranya
agar dapat mencumbu adikku ini. Aku seringkali
mencuri pandang melihat adikku yang sedang
mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti,
aku langsung saja berjalan menghampiri adikku
dan memeluk tubuhnya dari belakang sambil
mencium tengkuknya. Mendapat serangan yang
mendadak tersebut adikku hanya bisa menjerit
terkejut dan berusaha melepaskan diri dari
dekapanku. Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa
yang telah aku lakukan terhadap adikku. Aku malu
dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis
sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya.
Melihat hal itu aku langsung mengejar ke
kamarnya. Sebelum dia menutup pintu aku
sudah berhasil ikut masuk dan mencoba untuk
menjelaskan perihal peristiwa tadi. "Maafkan.. Aa
Ratih, Aa tadi salah" "Terus terang, Aa nggak tahu
kenapa bisa sampai begitu" Adikku hanya bisa
menangis sambil telungkup di tempat tidurnya.
Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
"Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu"
kataku agak takut. "Aa jahat" jawab adikku sambil
menangis. "Ratih maafin Aa. Aa berbuat demikian
tadi karena Aa nggak sengaja lihat belahan pantat
kamu, jadinya Aa nafsu, lagian kan Aa sudah
seminggu ini putus ama Teh Dewi" kataku. "Apa
hubungannya putus ama Teh Dewi dengan
meluk Ratih" jawab adikku lagi. "Yah, Aa nggak
kuat aja pingin bercumbu" "Kenapa sama Ratih"
jawabnya. Setelah itu aku tidak bisa berbicara lagi
hingga keadaan di kamar adikku begitu sunyi
karena kami hanya terdiam. Dan rupanya di luar
mulai terdengar gemericik air hujan. Di tengah
kesunyian tersebut lalu aku mencoba untuk
memecah keheningan itu. "Ratih, biarin atuh Aa
meluk kamu, kan nggak akan ada yang lihat ini"
Adikku tidak menjawab hanya bisa diam,
mengetahui hal itu aku mencoba membalikkan
tubuhnya dan kuajak bicara. "Ratih, lagian kan
Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?"
bujukku. "Tapi Aa, kita kan adik kakak?"
jawabnya. "Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini
mah belajar, supaya entar kalo pacaran nggak
canggung" Entah mengapa setelah aku bicara
begitu dia jadi terdiam. Wah bisa nih, gumanku
dalam hati hingga aku pun tak membuang
kesempatan ini. Aku mencoba untuk ikut
berbaring bersamanya dan mencoba untuk
meraih pinggangnya. Aku harus melakukannya
dengan perlahan. Belum sempat aku berpikir,
Ratih lalu berkata.. "Aa, Ratih takut" "Takut kenapa,
Say?" tanyaku. "Ih, meuni geuleh, panggil Say
segala" katanya. "Hehehe, takut ama siapa? Ama
Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok", rayuku.
"Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu"
jawabnya. Setelah mendengar perkataannya, aku
bukannya memberi alasan melainkan bibirku
langsung mendarat di bibir ranum adikku yang
satu ini. Mendapat perlakuanku seperti itu, tampak
kulihat adikku terkejut sekali, karena baru pertama
kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu
oleh seorang laki-laki yang tak lain adalah
kakaknya sendiri. Adikku pun langsung mencoba
untuk menggeserkan tubuhnya ke belakang.
Tetapi aku mencoba untuk menarik dan
mendekapkan lebih erat ke dalam pelukanku.
"Mmhh, mmhh.., Aa udah dong" pintanya. Aku
menghentikan pagutanku, dan kini kupandangi
wajah adikku dan rasanya aku sangat puas
meskipun aku hanya berhasil menikmati bibir
adikku yang begitu merah dan tipis ini. "Ratih,
makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa"
kataku. "Kalau saja Ratih bukan adik Aa, udah
akan Aa.." belum sempat aku habis bicara.. "Udah
akan Aa apain" bisiknya sambil tersenyum. Aku
semakin geregetan saja dibuatnya melihat wajah
cantik dan polos adikku ini. "Udah akan Aa jadiin
pacar atuh. Eh Ratih, Ratih mau kan jadi pacar
Aa", tanyaku lagi. Mendengar hal demikian adikku
lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia
bicara.. "Tapi pacarannya nggak beneran kan"
Katanya sedikit ragu. "Ya nggak atuh Say, kita
pacarannya kalo di rumah aja dan ini rahasia kita
berdua aja, jangan sampai temen kamu tau,
apalagi sama Ibu" jawabku meyakinkannya.
Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata
sudah menunjukan jam 4 sore. "Udah jam 4 tuh,
sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah",
kataku kemudian. Maka aku pun bangkit dan
segera pergi meninggalkan kamar adikku. Setelah
kejadian tadi siang aku sempat tidak habis pikir,
apakah benar yang aku alami tadi. Di tengah
lamunanku, aku dikejutkan oleh suara Ibuku.
"Hayoo ngelamun aja, Ratih mana udah pada
makan belum?" kata Ibuku. "Ada tuh, emang
bawa apaan tuh Bu?" aku melihat Ibuku
membawa bungkusan. Setelah aku lihat ternyata
Ibu membeli bakso, kemudian Ibuku memangil
Ratih dan kami bersama-sama menyantap Baso
itu. Untungnya setelah kejadian tadi siang kami
dapat bersikap wajar, seolah tidak terjadi apa-apa
sehingga Ibuku tidak curiga sedikit pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar dan
mulai merencanakan sesuatu, nanti subuh setelah
Ibu pergi ke pasar aku ingin sekali mengulangi
percumbuan dengan adikku sekalian ingin tidur
sambil mendekap tubuh adikku yang montok.
Keesokannya rupanya setan telah menguasaiku
sehingga aku terbangun ketika Ibu berpamitan
kepada adikku sambil menyuruhnya untuk
mengunci pintu depan. Setelah itu aku mendekati
adikku yang akan bergegas masuk kamar
kembali. "Ehmm, ehmm, bebas nih", ujarku.
Adikku orangnya tidak banyak bicara. Mengetahui
keberadaanku dia seolah tahu apa yang ingin aku
lakukan, tetapi dia tidak bicara sepatah kata pun.
Karena aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsu,
maka aku langsung melabrak adikku, memeluk
tubuh adikku yang sedang membelakangiku. Kali
ini dia diam saja sewaktu aku memeluk dan
menciumi tengkuknya. Dinginnya udara subuh
itu tak terasa lagi karena kehangatan tubuh adikku
telah mengalahkan hawa dingin kamar ini.
Kontolku yang mulai ngaceng aku gesek-
gesekkan tepat di bongkahan pantatnya. "Say, Aa
pingin bobo di sini boleh kan?" pintaku. "Idih, Aa
genit ah, jangan Aa, entar.." "Entar kenapa?"
timpalku. Belum sempat dia bicara lagi, aku
langsung membalikkan tubuhnya dan langsung
aku pagut bibir yang telah sejak tadi siang
membuat pikiranku melayang. Aku kemudian
langsung mendorongnya ke arah dinding dan
menghimpit hangat tubuhnya agar melekat erat
dengan tubuhku. Aku mencoba untuk
menyingkap dasternya dan kucoba untuk meraba
paha dan pantatnya. Walaupun dia menyambut
ciumanku, tetapi tangannya berusaha untuk
mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi
aku tersadar bahwa ciumannya kali ini lain
daripada yang tadi siang, ciuman ini terasa lebih
hot dan mengairahkan karena kurasakan adikku
kini pun menikmatinya dan mencoba
menggerakkan lidahnya untuk menari dengan
lidahku. Aku tertegun karena ternyata diam-diam
adikku juga memiliki nafsu yang begitu besar,
atau mungkin juga ini karena selama ini adikku
belum pernah merasakan nikmatnya bercumbu
dengan lawan jenis. Kini tanpa ragu lagi aku mulai
mencoba untuk menyelinapkan tanganku untuk
kembali meraba pahanya hingga tubuhku terasa
berdebar-debar dan denyut nadiku terasa sangat
cepat, karena ini adalah untuk pertama kalinya aku
meraba paha perempuan. Sebelumnya dengan
pacarku aku belum pernah melakukan ini, karena
Dewi pacarku lebih sering memakai celana jeans.
Dengan Dewi kami hanya sebatas berciuman. Kini
yang ada dalam pikiranku hanyalah satu, yaitu
aku ingin sekali meraba, menikmati yang
namanya heunceut (vagina dalam bahasa Sunda)
wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku
untuk menyelinap di antara sisi-sisi celana
dalamnya. Belum juga sempat menyelipkan
jariku di antara heunceutnya, Ratih melepaskan
pagutannya dan mulutnya seperti ikan mas koki
yang megap-megap dan memeluk erat tubuhku
kemudian menyilangkan kedua kakinya di antara
pantatku sambil menekan-nekan pinggulnya
dengan kuat. Ternyata Ratih telah mengalami
orgasme. "Aa.. aah, eghh, eghh" rintih Ratih yang
dibarengi dengan hentakan pinggulnya. Sesaat
setelah itu Ratih menjatuhkan kepalanya di atas
bahuku. Aku belai rambutnya karena aku pun
sangat menyayanginya, kemudian aku bopong
tubuh yang telah lunglai ini ke atas tempat tidur
dan kukecup keningnya. "Gimana Sayang, enak?"
bisikku. Aku hanya bisa melihat wajah memerah
adikku ini yang malu dan tersipu, selintas kulihat
wajah adikku ini manisnya seperti Nafa Urbach.
"Gimana rasanya, Sayang?" tanyaku lagi. "Aa,
yang tadi itu apa yang namanya orgasme?" Eh,
malah ganti bertanya adikku tersayang ini. "Iya
Sayang, gimana, enak?" jawabku sambil bertanya
lagi. "He-eh, enakk banget" jawabnya sambil
tersipu. Entah mengapa demi melihat kebahagian
di wajahnya, aku kini hanya ingin memandangi
wajahnya dan tidak terpikir lagi untuk
melanjutkan aksiku untuk mengarungi lembah
belukar yang terdapat di kemaluannya hingga
sesaat kemudian karena kulihat matanya yang
mulai sayu dan mengantuk akibat orgasme tadi
maka aku mengajaknya untuk tidur. Kami pun
terus tertidur dengan posisi saling berpelukan dan
kakiku kusilangkan di antara kedua pahanya.
Hangat tubuh adikku kurasakan begitu nikmat
sekali. Yang ada dalam pikiranku adalah betapa
nikmatnya jika aku menikah nanti, pantas saja di
jaman sekarang banyak yang kimpoi entah itu
sudah resmi atau belum. Tanpa terasa aku pun
sadar dan terbangun dari tidurku, dan kulihat jam
di kamar adikku telah menunjukkan jam 9 lewat
dan adikku belum juga bangun dari tidurnya.
Wah gawat, berarti dia hari ini tidak sekolah,
pikirku. "Ratih, bangun kamu nggak sekolah?"
tanyaku membangunkannya. Ratih pun mulai
terbangun dan matanya langsung tertuju pada
jam dinding. Dia terkejut karena waktu telah
berlalu begitu cepat, sehingga dia sadar bahwa
hari ini dia tidak mungkin lagi pergi ke sekolah.
"Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin
Ratih" rajuknya manja. "Gimana mau
ngebangunin, Aa juga baru bangun" kataku
membela diri. "Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih
bisa dimarahin nih, ini semua gara-gara Aa" "Loo
kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak
bakalan tahu kalau Aa nggak ngomongin kan"
jawabku untuk menghiburnya. "Bener yah, Ratih
jangan dibilangin kalau hari ini bolos" "Iyaa, iyaa"
jawabku. Entah mengapa tiba-tiba terlintas di
pikiranku untuk mandi bareng. Wah ini
kesempatan emas, alasan tidak memberitahu Ibu
bahwa dia nggak masuk sekolah bisa kujadikan
senjata agar aku bisa mandi bersama adikku. "Eh,
ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu
asal Ratih mau mandi bareng ama Aa" kataku
sambil mengedipkan mata. "Nggak mau. Aa
jahat, lagian udah gede kan malu masak mau
mandi aja musti barengan" "Ya udah kalo nggak
mau sih terserah" ancamku. Singkat cerita karena
aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan oleh Ibu
maka adikku menyetujuinya. "Tapi Aa jangan
macem-macem yah" pintanya. "Emangnya kalo
macem-macem gimana?" tanyaku. "Pokoknya
nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu,
lagian juga itu kan gara-gara Aa, Ratih bilangin Aa
udah ciumin Ratih" balasnya mengancam balik.
Jika kupikir-pikir ternyata benar juga, bisa berabe
urusannya, seorang kakak bukannya menjaga
adik dari ulah nakal laki-laki lain, eh malah
kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk
melancarkan keinginanku untuk bisa mandi
dengannya, aku pun menyetujuinya. Kami
berdua akhirnya bangun dari tidur dan setelah
berbenah kamar, kami berdua pun pergi menuju
kamar mandi. Sesampai di kamar mandi kami
hanya saling diam dan kulihat adikku agak ragu
untuk melepaskan pakaiannya. "Aa balik dulu ke
belakang, Ratih malu nih" pintanya. "Apa nggak
sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih
bukain punya Aa" Tanpa pikir panjang aku
menghampiri adikku dan aku cium bibirnya. Agar
dia tidak malu dan canggung untuk membuka
pakaiannya, aku genggam tangannya dan aku
tuntun untuk membuka bajuku. Tanpa
dikomando dia membuka bajuku setelah itu
kutuntun lagi untuk membuka celana basket yang
aku kenakan. Setelah keadaanku bugil dan hanya
memakai celana dalam saja kulihat adikku tegang,
sesekali dia melirik ke arah selangkanganku
dimana kontolku sudah dalam keadaan siaga
satu. Kini giliranku menanggalkan daster yang ia
kenakan. Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya
karena ternyata tubuh adikku begitu bohai (body
aduhai). Dia lalu berusaha menutupi
selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek
payudaranya hingga adikku melotot dan
menutupinya. Kemudian aku pun balik mencolek
memeknya, hehehe.. "Idihh, Aa nggak jadi ah
mandinya, malu", rajuknya. Adikku lalu
mengambil handuk dan melilitkan handuk
tersebut kemudian melangkah keluar kamar
mandi, tetapi karena aku tidak mau kesempatan
emas ini kabur maka aku pegang tangannya dan
terus aku peluk sambil kukecup bibirnya, karena
ternyata adikku sangat merasa nyaman bila
bibirnya aku cium. Aku lalu menarik handuknya
hingga terlepas dan jatuh ke lantai, dan aku pepet
tubuhnya ke arah bak air lalu gayung kuambil dan
langsung kusiramkan ke tubuh kami berdua.
Merasakan tubuhnya telah basah oleh siraman air,
adikku berusaha untuk melepaskan ciuman dan
desakan yang aku lakukan, tapi usahanya sia-sia
karena aku semakin bernafsu menyirami tubuh
kami sambil kontolku aku tekan-tekan ke arah
selangkangannya. Setelah tubuh kami benar-
benar basah, aku bagai kemasukan setan. Selain
menyedot bibirnya dengan ganas aku pun
langsung mencoba untuk melepaskan celananya.
Setelah celana dalamnya terlepas dari sarangnya
hingga ke tepi lutut, aku pun menariknya ke
bawah dengan kakiku hingga benar-benar
terlepas. Sadar bahwa aku akan berbuat nekat,
Ratih semakin berusaha untuk melepaskan
tubuhnya. Sebelum usahanya membuahkan hasil
aku melepas pagutannya. "Aa, stop please"
rengeknya sambil menangis. "Ratih, tolong Aa
dong. Ratih tadi subuh kan udah ngalami
orgasme, Aa belum.." pintaku. Dan tanpa
menunggu waktu lagi di saat tenaganya
melemah, aku kangkangkan pahanya sambil
kukecup bibirnya kembali sehingga dia tidak bisa
menolaknya. Di saat itu aku meraih burungku dari
CD-ku dan mencoba mencari sarang yang sudah
lama ini ingin kurasakan. Dalam sekejap kontolku
sudah berada tepat di celah pintu heunceut
adikku, dan siap untuk segera menjebol
keperawanannya. Merasa telah tepat sasaran
maka aku pun menghentakkan pinggulku. Dan
aku seperti benar-benar merasakan sesuatu yang
baru dan nikmat melanda seluruh organ tubuhku
dan kudengar adikku meringis kesakitan tapi tidak
berusaha untuk menjerit. Melihat hal itu aku
mencoba untuk mengontrol diriku dan mencoba
menenangkan perasaan yang membuatku
semakin tak karuan, karena aku merasa diriku
dalam keadaan kacau tetapi nikmat hingga sulit
untuk diuraikan dengan kata-kata. Aku mencoba
hanya membenamkan penisku untuk beberapa
saat, karena aku tak kuasa melihat penderitaan
yang adikku rasakan. Kini pandangan aku alihkan
pada kedua payudara adikku yang masih
diselimuti BH-nya. Aku mencoba untuk
melepaskannya tapi mendapat kesulitan karena
belum pernah sekalipun aku membukanya
hingga aku hanya bisa menarik BH yang
menutupi payudara adikku dengan menariknya
ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging
yang kenyal menyembul setelah BH itu aku tarik.
Melihat keindahan payudara adikku yang mengkal
dan putingnya yang bersemu coklat kemerahan,
aku pun tak kuasa untuk segera menjilat dan
menyedotnya senikmat mungkin. "Aa, ahh, sakit"
rintih adikku. Seiring dengan kumainkannya
kedua buah payudara adikku silih berganti maka
kini aku pun mencoba untuk menggerakkan
pinggulku maju mundur, walau aku juga
merasakan perih karena begitu sempitnya lubang
heunceut adikku ini. Badan kami kini bergumul
satu sama lain dan kini adikku pun mulai
menikmati apa yang aku lakukan. Itu dapat aku
lihat karena kini adikku tidak lagi meringis tetapi
dia hanya mengeluarkan suara mendesah.
"Eenngghh, acchh, enngg, aacchh" "Gimana,
enakk?" aku mencoba memastikan perasaan
adikku. Dia tidak menjawab bahkan kini justru
tangannya meraih kepalaku dan memapahnya
kembali mencium mulutnya. Karena aku tidak
ingin egois maka aku pun menuruti kehendaknya.
Aku kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut
berpelukan menikmati sensasi yang tiada tara ini.
Tanganku kugunakan untuk meremas
payudaranya. Gila, kenikmatan ini sungguh luar
biasa, kini aku pun mencoba untuk menirukan
gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku
kuminta menungging dan tangannya memegang
bak mandi. Aku berbalik arah dan mencoba untuk
segera memasukan kembali kontolku ke dalam
memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku
segera mengurungkan niatku, karena kini aku
dapat melihat dengan jelas bahwa heunceut
adikku merekah merah dan sangat indah. Karena
gemas aku pun lalu berjongkok dan mencoba
mengamati bentuk heunceut adikku ini hingga
aku melongo dibuatnya. Mengetahui aku sampai
melongo karena melihat keindahan heunceutnya,
adikku berlagak sedikit genit, dia goyangkan
pantatnya bak penyanyi dangdut sambil terkikik
cengengesan. Merasa dikerjai oleh adikku dan
juga karena malu, untuk mebalasnya aku
langsung saja membenamkan wajahku dan
kuciumi heunceut adikku ini, hingga kembali dia
hanya bisa mendesah.. "Aahh, Aa mau ngapain..,
ochh, enngghh" desahnya sambil mengambil
nafas panjang. Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp,
suara mulutku menyedot dan menjilati heunceut
adikku ini, dan aku perhatikan ada bagian dari
heunceut adikku ini yang aneh, mirip kacang
mungkin ini yang namanya itil, maka aku pun
mencoba untuk memainkan lidahku di sekitar
benda tersebut. "Acchh, Aa, nnggeehh, iihh,
uuhh, gelii", erangnya saat aku memainkan itilnya
tersebut. Karena mendengar erangannya yang
menggoda aku pun tak kuasa menahannya dan
segera bangkit untuk memeluk adikku dan
memasukannya kembali dengan cepat kontolku
agar bersemayam pada heunceut adikku ini. Baru
beberapa kocokan kontolku di memeknya, adikku
seakan blingsatan menikmati kenikmatan ini
hingga dia pun meracau tak karuan lalu.. "Aa,
Ratihh, eenngghh, aahh.." Rupanya adikku baru
saja mengalami orgasme yang hebat karena aku
rasakan di dalam memeknya seperti banjir
bandang karena ada semburan lava hangat yang
datang secara tiba-tiba. Kini aku merasakan
kenikmatan yang lain karena cairan tersebut bagai
pelumas yang mempermudah kocokanku dalam
heunceutnya. Setelah itu adikku kini lunglai tak
bertenaga, yang ia rasakan hanya menikmati sisa-
sisa dari orgasmenya dan seperti pasrah
membiarkan tubuhnya aku entot terus dari
belakang. Mengetahui hal itu aku pun kini
mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku sambil
terus mengentotnya, mulai dari mencium
rambutnya, menggarap payudaranya sampai-
sampai aku seperti merasakan ada yang lain dari
tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini ingin
pipis tapi tubuh ini terasa sangat-sangat nikmat.
"Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess.." kata adikku.
"Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih,
oohh" Kurasakan seluruh tubuhku bagai tersengat
listrik dan sesuatu cairan yang cukup kental aku
rasakan menyembur dengan cepat mengisi
rahim adikku ini. Sambil menikmati sisa-sisa
kenikmatan yang luar biasa ini aku memegang
pantat adikku dan aku hentakkan pinggulku
dengan keras membantu kontolku untuk
mencapai rongga rahim adikku lebih dalam. Kami
berdua kini hanya bisa bernafas seperti orang
yang baru saja berlari-lari mengejar bis kota.
Setelah persetubuhan yang terlarang ini kami pun
akhirnya mandi, dan setelah itu karena tubuhku
lemas maka aku tiduran di sofa sambil menikmati
acara televisi dan adikku kulihat kembali
melakukan aktifitasnya membereskan rumah
meskipun tubuhnya jauh lebih lemas.


Adult | GO HOME | Exit
1/3044
U-ON

inc Powered by Xtgem.com